Kamis, 24 Juli 2008

ketika kematian menyapa

seorang lelaki yang berangkat diam-diam dalam keheningan pagi

Akhirnya semua akan tiba pada hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui...
(kutipan dari salah satu puisi Soe Hok Gie)



Selamat Jalan, UDA, kiranya Pencipta menerimamu dalam naungan kasih-Nya, semoga dalam 2 minggu ketidakberdayaanmu kau sudah temukan cahaya itu-yang menuntunmu berdamai dengan dirimu sendiri-berdamai dengan dunia- dan membuatmu berserah untuk kembali kepada-Nya....

Yogyakarta-25 Juli 2008-03.48 WIB.

Selasa, 15 Juli 2008

Lagu Ragu Seorang Pelaut-16 Juli 2008

Beberapa orang kutemui menjangkar di simpang kota
untuk bertahan hidup orang harus makan, untuk bisa makan orang harus bekerja, untuk mendapatkan pekerjaan orang harus antre, begitu kata mereka berulang-ulang...
berulang-ulang, seperti mantra penuntas kemarau
berisik, melebihi camar laut berebut ikan kecil

saat itu masih siang, kota kian megap saja ditenggelamkan matahari
di tempat yang dulunya berdiri mercu suar, menancap gedung-gedung
angkuh melebihi tiang-tiang kapal di tengah samudra

bukan akibat dibantai gelombang, tapi selalu saja aku tak sabar
tuk segera merapat di dermaga,
tambatkan tali dan memeluk daratan
lalu berjalan menelisik simpang
melihat debur laut di wajah orang-orang

tapi entah mengapa, kalau sudah begini, aku selalu ingin muntah
untuk kesekian kalinya aku tak juga bisa menjawab, apa yang kucari di sini...
bukankah sebagai pelaut, pelabuhan hanya persinggahan?
atau memang sudah saatnya aku karam?

Sabtu, 12 Juli 2008

Kota, Senja, dan Kesunyian


Mungkin kota ini masih tetap ramah
sebab aku belum juga kehilangan arah
padahal jalan-jalan sudah berubah

barpun hanya senja yang itu-itu saja,
yang kembali harus kupungut ketika sore tiba
berkilau muram seperti emas sepuhan

Benarkah yang terpampang di depanku ini
kesunyian dari jenis yang lain
yang selama ini tak pernah bisa kita temukan di etalase
puluhan supermarket pongah yang mengklaim dirinya
menjual barang-barang terlengkap di kota

kemarin dulu sebuah film diputar di bentara
lalu kemarin cerita adaptasinya dipentaskan di taman budaya
dan kembali aku ingin bertanya
naskahmukah itu?
(padahal namamu sudah jelas-jelas dibentang merah di tiap spanduk)

Sebuah kota, sepotong senja, dan sepenggal kesunyian
yang diramu menjadi kisah yang tak terlampau pedih seperti sengatan tawon
juga belum cukup basi untuk manusia-manusia yang tak bisa hidup tanpa kehangatan

tapi aku juga kian ragu, adakah kita pernah bertemu?
Sebab sedikitpun tak kutemukan kehadiranku dalam kisahmu
Atau dirimukah itu, yang kucintai waktu itu?
Bahkan dalam fiksi, sebegitu cepat kau lupa
Sedang kloset saja masih sisakan aroma dari benda-benda yang melewatinya

Ingin kutitipkan tanyaku padamu, lewat burung-burung yang pulang ke sarang
Benarkah kota hadir untuk mengekalkan kenangan, dan simpang-simpangnya menjajakan ingatan yang bisa dibawa berkencan sampai pagi?
Atau prasasti yang abadikan masa lalu, yang guratkan kisah-kisah di lorong-lorongnya, dan tak berkarat dilekati embun kenyataan?
Tapi sungguh tak pantas memberati kepak mereka yang sudah kelelahan
Maka disinilah aku, meresapi kota yang belum lupa, senja yang perlahan pudar, dan kesepian yang tidak diobral
Sebab kata mereka kau sudah jadi kepunyaan malam
Sebab kunjunganku dibatasi sampai senja

Yogyakarta-JULI 2008-