Rabu, 26 Maret 2008

KETIKA BULAN JATUH DI KUBANGAN -18-19 Maret 2008

bulan jatuh di kubangan
lumpur muncrat

Dan “Phuihhh..!!” seseorang meludah
“Pukimak!” desisnya “anak istriku kuimporkan lumpur khusus untuk perawatan kecantikan, dan sudah tigapuluh tahun aku bukan petani lagi, tapi aku masih kebagian jatah mencicipi tahi kebo sialan ini…” ia menyeka mulutnya, lalu memandang berkeliling lewat jendela apartemen sambil sesekali melirik wanita muda yang tadi berkeringat dan sekarang pulas di ranjang, penasaran mencari asal-muasal lumpur yang muncrat, lalu mampir tepat di mulutnya di apartemen di lantai duapuluh, sekian menit setelah ia bercinta…
(tapi rasa aneh yang terkecap di lidahnya mengingatkannya pada belut bakar dari sawah di masa kecilnya dan diam-diam masih diakuinya itulah makanan paling lezat di dunia)

di sebidang laut yang biasanya tandus seorang nelayan dan anaknya yang dengan sukarela putus sekolah sedang bergembira, sebab ikan banyak sekali
“Terimakasih Tuhan…” ucap mereka berulang-ulang, perahu sarat, jaring hampir robek, perlahan mereka mendayung ke pantai, sambil sesekali menatap bintang-bintang, sambil sesekali berdoa “Semoga es batu masih cukup dan harga ikan tidak jatuh” Sesekali si nelayan tua masih mengkhayal, seandainya tadi ia memakai perahu yang lebih besar, keuntungannya akan jauh berlipat ganda. Sesekali si anak masih menimbang-nimbang dalam hatinya, apakah akan ikut kursus atau kawin saja, seandainya hasil melaut mereka tetap baik beberapa waktu ke depan.

di belahan dunia lain, seorang pemuda bengong dalam gelap
alamak, dia lupa beli lilin
rindu yang terkumpul terlanjur mengerak di lubang hidung
tadinya ia terbiasa menghabiskan rindu dengan mengupil
sambil memandang bulan dan mengkhayalkan gadis pujaan yang tak kunjung tiba
terasa ada yang kurang, sebab baginya lebih asyik mengupil
dalam remang daripada gelap total
tapi mau apalagi, ini kondisi darurat dan semua harus berjalan apa adanya

di belahan dunia lain yang sempit dan sumpek, seorang gadis sedang bersukaria, air matanya bercucuran, tentu saja bukan karena sedih, tapi saking bahagianya
ia tahu bulan jatuh ke kubangan, dan belum bisa dipastikan kapan mengorbit lagi
ia tahu, tidak ada yang akan mengejek wajahnya lagi, yang kata mereka seperti rembulan
besok ia bisa melenggang cuek melewati sekumpulan pemuda yang biasanya menyiulinya dan setelah itu tertawa terbahak-bahak

di belahan dunia yang lain lagi yang sebenarnya tidak seberapa jauh, ada kampung yang sangat teratur, kalau siang terang-benderang semua orang bekerja, malam gelap gulita suami istri bergerak diam-diam lalu anak-anak lahir, dan pemuda-pemudi raba-meraba dalam gelap, yang tidak punya pasangan menginang sirih atau mengunyah tembakau, dan purnama adalah bonus bagi anak-anak untuk bersenang-senang. Ketika tahu bulan jatuh ke kubangan, anak-anak itu sungguh bersedih. Mereka juga tidak punya permainan yang bisa dilakukan ramai-ramai, di halaman, saat tak ada cahaya. Bahkan gigi-gigi pun tak kelihatan. Seharian mereka bergaul dengan Lumpur, masak malam-malam pegang lumpur lagi? Sampai leher-leher legam itu pegal, mereka masih memandang ke langit hitam, berharap pada keajaiban…

di belahan dunia yang lain yang lagi-lagi hanya aktif pada malam hari, seorang penyanyi termangu di panggung… ia sedang menyanyikan lagu ”Fly Me to the Moon” ketika bulan jatuh ke kubangan. Orang-orang yang tadinya meniupkan ciuman ketika ia bergoyang dengan lagu “Dancing on the Moonlight” meneriakinya untuk turun dari panggung, sambil melemparinya dengan kacang, kulit kacang, permen, dan yang sungguh tak biasa, beberapa kondom yang masih rapi dalam kemasan. Ia terlanjur terbiasa dengan mawar dan ciuman dari para penggemar, lalu tawaran makan malam dan paket-paket lanjutannya. Tapi, ini kenyataan yang sungguh memerihkan jangat.

Ternyata, begitu banyak peristiwa yang terjadi ketika bulan jatuh ke kubangan dan lumpur muncrat. Bulan depan, apakah bulan masih akan jatuh ke kubangan, atau mendarat nyaman di puncak gunung, atau menyelam ke dasar samudra, atau akan tetap bersinar angkuh di langit. Ya, di berbagai belahan dunia orang-orang akan menunggu tibanya saat itu…


BASA-BASI-11 JANUARI 2008

Kalau saat ini pembicaraan tentang cinta terlalu memuakkan bagimu
Baiklah, kita ganti topik saja
Mungkin perkembangan harga beras atau bencana di seluruh pelosok negeri atau kesehatan mantan penguasa negeri ini yang tak menentu
Walaupun kita sudah sama paham, hidup bukan hanya dari roti saja, kebanyakan bencana terjadi karena ulah manusia sendiri, dan begitu banyak orang yang meregang nyawa dalam kesusahan dan tanpa rebut-ribut, toh mereka hanya akan tercatat dalam statistik dan tidak meninggalkan gelimang harta. Walaupun benar, bertambah banyak orang yang akan pusing memikirkan harga kuburan yang semakin mahal dan tanah yang kian langka.

Ah, sebenarnya aku hanya mencari alasan untuk bicara saja…itupun tak ketemu. Kepalaku makin pusing saja, maka kuputuskan untuk tidur lebih cepat. Kurasa malam pun akan maklum, dan memberikan dispensasi untuk bolos bertemu dengannya, ini kali saja.

Senin, 17 Maret 2008

TUNGGU SAJALAH- SEBAB2

TUNGGU SAJALAH-17 Maret 2008


Dalam mimpiku
Aku menjadi sisifus yang membangun bukit
dengan menggulingkan batu satu demi satu
dan tepat ketika batu itu hendak sampai di puncak bukit
ada saja yang membangunkanku
maka batu itu turun meluncur deras
tanpa penghalang ke tumpukan batu di bawah

Di ambang sadar
aku menjadi kumbakarna berteriak mengguntur saat diganggu ngoroknya
perang atau tidak, ini jam tidur siang
apalagi hanya membayar tagihan listrik, air, dan telepon
mengapa kalian bangunkan aku
tapi mereka tertawa saja hahahihi
sambil enak-enak memantau pergerakan saham hari ini

tak ada gunanya mengeluh
supaya bisa tidur lagi
aku harus kerjakan semua kewajiban itu
sampai di loket
maka aku berubah lagi jadi angka-angka dan rupiah
sebab mereka tak sudi memandang mukaku sedikitpun
tanpa nomor antrian dan uang

jahanam
tunggulah sampai semua ini selesai
aku akan tidur lama sekali
dalam mimpiku akan kubangun benteng pertahanan melebihi babel
dan mengalahkan dewa-dewa yang hanya bisa menyuruh dan menghukum itu
tapi saat bangun aku tidak akan bertempur untuk siapapun
untuk alengka pun tidak, apalagi rahwana
juga bukan untuk terbebas dari segala rekening sialan itu

aku akan masuk teknik sipil dan lulus summa-cumlaude
lalu membuat jalan dan jembatan sampai ke benteng
di mana hanya aku sendiri yang bisa menyeberang bolak-balik
lalu ongkang-ongkang kaki sambil menggulingkan batu-batu ke dunia
kalau capek, aku sudah bisa tidur-tiduran sepuasnya
nanti kalau bangun lagi, aku akan memeriksa
sampai di mana mereka bisa memahat batu-batu itu
menjadi angka-angka dan rupiah yang mereka butuhkan
untuk menyewa ruang-ruang sempit di benteng-benteng kecil
jauh di bawah bentengku
yah..., setidaknya mereka bisa bermimpi menikmati tidur nyenyak sepertiku



10 MARET 2008
Sebab Tuhan
…………….segala

sebab cinta
…………..semesta

sebab kata
………….samudra

dan aku
pengembara yang merangkak di antara lipatan angan dan ceruk peristiwa
mereguk sedikit kata tapi sudah kekenyangan
menjelajah selorong cinta tapi sudah pegal kepayahan
bicara Tuhan…tergagap-gagap menelusur huruf demi huruf
dan kembali belajar membaca

Selasa, 11 Maret 2008

CERITA TETESAN AIR-KETIKA PESTA BERAKHIR

CERITA TETESAN AIR-04 Desember 2007

MALAM TERUS BERGERAK SAAT HUJAN HAMPIR SELESAI
AKHIRNYA TETESAN AIR YANG MENGUMPUL DI PUCUK DAUN
SAMPAIKAN CINTANYA
PADA BUMI YANG RENTANGKAN PELUK

TENTANG PERASAAN BUMI PADANYA, TAK PERNAH IA TAHU PASTI
SEBAB BUMI DIAM SAJA DAN SELALU DIAM
HANYA MENUNGGU DIAM-DIAM

DAN MASIH SAJA IA TERJUNKAN DIRI DENGAN SEPENUH HATI
LALU MEMERCIK PECAH MERESAP KE TANAH
SAYUP, MASIH KUDENGAR UCAPAN SELAMAT TINGGALNYA





KETIKA PESTA BERAKHIR-10 Desember 2007

Seperti layaknya acara lainnya
Pesta ini pun pasti berakhir
Setelah berbasa-basi sejenak dan menyalami kita lagi
Tamu terakhir segera meninggalkan tempat ini
Syukurlah
Rahangku sudah kaku sebab harus tersenyum seharian
Tinggal piring dan gelas kotor serta ruangan yang harus dibersihkan
Dan itu bukan tugas kita sebagai Raja dan Ratu sehari

Sekarang kita hanya perlu bergunjing
Tentang tamu-tamu yang masih saja membawa kado
Padahal di undangan sudah kita tuliskan
‘Tanpa mengurangi rasa hormat, mempelai akan berterimakasih apabila kado yang diberikan tidak dalam bentuk barang”
dan tampaknya mereka tidak mau susah-susah membaca undangan itu secara lengkap
atau tak sadar juga
ini kan masih krisis moneter dan kita tak butuh barang-barang tak jelas

Kita pun bisa bertanya keheranan
Tentang teman dekat yang sudah kita undang secara khusus jauh-jauh hari
Dan bisa-bisanya tak datang hari ini
Sungguh keterlaluan, masak teman dekat seperti itu
Entah apa alasannya
Nantilah, ada waktunya kita bisa bicarakan semua

Atau orang yang sepertinya aku kurang kenal
Entah kau tahu
Dan tadi bergaya sok akrab
Bicara ini itu dan melayap ke seluruh ruangan

Dan kalau kau tadi sempat perhatikan
Seorang lelaki yang tadi berdiri kaku di sudut ruang
Dan matanya itu
Tak henti-hentinya melihatmu
Tentu saja itu dilakukannya saat pandanganmu terarah ke bagian lain
Bahkan saat ketukan sol sepatu tamu terakhir meninggalkan ruangan
Masih kurasakan pandangnya yang seakan tak rela melepasmu

Aku tak tahu harus cemburu atau bangga
Benar, kita memang sudah sepakat bahwa masa lalu adalah masa lalu
Cukup dikenang saja dan kita akan membuka lembaran baru
Karena itu akhirnya kita sepakat menikah, bukan?

Tapi, kok jadi begini ya?
Ketika kita masih pacaran, dengan bangga dan hidung mekar aku terbiasa melenggang di depan semua saingan yang kutaklukkan
Biasalah, aku kan lelaki, dan memenangkan kompetisi adalah kebanggaan tersendiri
Sekarang, ketika melihat lelaki lain memandangimu, mengapa aku malah jadi cemburu?
Sayang, semoga kau takkan bosan mengingatkanku, bahwa aku suamimu dan kau istriku, bahwa kita sudah resmi jadi pasangan hidup, bahwa kesetiaan harus kita ukir di jidat kita hari demi hari, langkah demi langkah, pertengkaran demi pertengkaran, masalah-masalah, pokoknya banyak deh.
Ya, aku juga berjanji untuk tidak melirik-lirik perempuan lain. Ya, sedikit demi sedikit jugalah…


13 desember 2007
titik titik hujan padati jalan lalu berebut lari ke sungai
ada lelaki (yang lagi lagi patah hati di bulan desember) melihat itu semua
ingin menangis ia, tapi malu
maka dia coba ambil sisi positifnya saja
tangisan alam pun sudah cukup wakili sendu hatinya,
walaupun ia masih harus kedinginan dan basah

KUBAGI SENJA-MAAFKAN AKU-MARI BERCINTA

KUBAGI SENJA INI DENGANMU

Mengapa merengut, Sayang?
Senja baru saja matang, kau sudah mau tidur

Kutahu, senja bukanlah milikku
Tapi jika kau mau
Akan kubagi denganmu

Perlahan saja, kita tuntaskan kerat demi kerat
Tak perlu buru-buru

Kalau masih belum kenyang
Semoga esok masih tersedia
bisa kita nikmati lagi

selama yang empunya masih berbaik hati
memasak teratur hari demi hari
mengapa kita menolaknya

lagipula, gratisan belum tentu murahan, kan?





MAAFKAN AKU, SAYANG! SEPTEMBER 2007

Ingin kukatakan
Cintaku padamu
daun gugur di pelukan bumi

Tapi, kemarau keburu datang
api menyusul berkobar
bakar tuntas semua

kering
sekian lama

tiba-tiba, bayangan hujan melintas
sungguh indah kalau dia singgah
masih ada harapan, batinku

Teduh tercipta gerakkan asa
nyatanya hanya sekejap

Air melimpah begitu banyak
dalam satu hentakan, seret
seluruh rabuk tersisa
Bumi ini pun tinggal tandus
gersang, debu beterbangan
(yang kutahu, tanah subur hanyut ke laut
dan kita pun belum sanggup bercocok-tanam di sana)

Ah...
belum sanggup kuusir galau
bagaimana benih ini akan kita semai
tanpa air dan unsur hara
(padahal sebelumnya sudah kubayangkan
dahan menggeliat ranting melembut daun mekar
dan tunggul di tanah tumbuhkan tunas)

Kalau begini, sulit 'tuk berharap
bagaimanapun, hidup tak mungkin tumbuh di atas mimpi
harus ada jaminan
sebagaimana, tanpa tumpuan
kaki tak mungkin melangkah

(walau terngiang pula di telingaku
Pemberani mati hanya sekali
pengecut mati berkali-kali, sebelum benar-benar mati)

"Maafkan Aku, Sayang!"

Kalau aku tak juga datang
tidak perlu kau menunggu

Cintamu, daun gugur yang terampas dari pelukan bumi





MARI BERCINTA- (08 September 2007)

mari bercinta dengan riuh
malam anjing hilang kata hilang.suara
mari bercinta di ketiak daun.bunga
kelopak mata sampai pinggir.resah
sampai patah ranting nafas dahan. tenaga
segala.hilang

mari bercinta
akan lupa benih tawa
tak tersemai hingga tergadai

mari bercinta
sampai tercetak segala bercak

mari bercinta sampai muak
sampai lupa buat apa kita bercinta
setelah itu

dengan tenang bolehlah kita bisikkan
mari bercinta

DUG DUG-CERITANYA-TUNGGU-MENGAPA -GERAK

DUG DUG DUG DUG-02 September 2007-

Tidak pernah keluar kantor
bekerja seumur hidup
Mengetuk-ngetuk
dug dug dug dug

ingat, tidur, lupa, bangun
Bunyinya tetap
dug dug dug dug

Betapapun, iramanya tak selalu sama
kalau tenang
dug dug dug dug
terkejut, marah, kerja berat, atau gadis lewat
DUGDUG DUGDUG DUGDUG

Sampai pada suatu waktu
pintu akhirnya dibuka
(berarti boleh pulang)
saking senangnya
(setelah sekian lama mengetuk)

ia melompat lalu terbang
untuk itu ambil ancang-ancang
ketukan terakhir

dug dug! SEMUA

DUG! DITINGGALKAN!
--------------------------------




CERITANYA-AGUSTUS 2007

Bosan jadi batu
Batu ketemu cendawan
Cendawan lapukkan batu
Air jemput repihnya
diseret ke sungai
Tanpa ampun meluncur
……………………….ke laut
Megap-megap pamit
Pada batu tepian sungai
………....yang belum bosan jadi batu




Tunggu-AGUSTUS 2007

Sebentar ya
Aku sedang mencintaimu
Benar, pegang janjiku
Tak lama, kok!





Mengapa-AGUSTUS 2007

Padahal sudah kusediakan ruang untukmu
Kusiapkan jauh-jauh hari
…………..kau terlambat
Tanpa konfirmasi, apalagi minta maaf
Terlalu mudah bagimu
Menghapus deretan peristiwa dari cerita yang kubuat
Dan setelahnya menghempaskan diri
Antara spasi kau geser seenaknya




Gerak-AGUSTUS 2007

Hari memanjangkan bayang
Rangkum sekian jejak terpahat di tubuhnya
Besok kaki baru melangkah
Bayang mengerut
Tapak-tapak perjalanan mengubah cetakan lagi

KEGELISAHAN

3 Juni 2007…

Mimpi menjadi besar, ataukah hanya pelarian dari ketidakbecusan?
Hidup adalah sederet kenyataan yang harus dijalani, bukankah itu intinya?
Betapa banyak manusia di bumi ini yang pada akhirnya harus berkompromi dengan kenyataan yang sedemikian keras (atau justru nyaman), dan mengikuti arus?

Di manakah batas ketahanan?
Keberanian untuk memperjuangkan impian?
Merasakan penderitaan, untuk sesuatu yang mungkin sekali tidak akan tercapai?
Tapi, bukankah hidup juga harus berani gagal?
Bukankah itu nilai perjuangan?

Sekali lagi, petakan kembali alur perjalanan yang ingin kau tempuh.
Apa yang sebenarnya ingin kau capai dalam kehidupan ini?
Sadarkah kau bahwa dalam waktu singkat, mana tanggung-jawab yang sudah harus kau ambil?
Di antaranya untuk membiayai diri sendiri, dan semua yang lainnya itu?
Sanggupkah betarung dengan gengsi dan seluruh omongan dan tatapan prihatin orang-orang di sekitarmu?
Itulah pertanyaannya…




21 Juni 2007

Menulis adalah perjuangan melawan lupa… kalau boleh mengutip Milan Kundera.
Membaca adalah membedah tubuh sendiri dan seluruh jejaringnya untuk sadar tentang kesementaraan
Berdiskusi adalah meneguk anggur kehidupan yang memabukkan untuk kemudian muntah dan sadar dengan pusing yang berputar di kepala
Dan berpikir, bukankah itu seperti melihat muka di cermin dan membandingkannya dengan foto beberapa tahun lalu, mencari apa yang hilang dan jejak apa yang masih tersisa di sana?





12 Juli 2007


Sebuah perjalanan
Setumpuk harapan
Kecemasan
Ketidakpastian

Dan di ujung lorong
Secercah cahaya menanti dan bersinar terang
Hanya yang mau melangkah dan tetap berada di jalur
yang akan mendapatkan segenggam kepastian…

Dan mendapatkan kehidupannya…

Selasa, 04 Maret 2008

30 JANUARI-SEPI-MALAM-LELAKI-BISAKAH


30 Januari 2008


Di hening malam
Jiwa-jiwa berkelana
Sejenak ingin istirahat
Namun kelebat bayang demi bayang
Masih tinggalkan jejak dan sisakan tanya
Menanti ditelusur, menunggu dijawab
Bahkan detik-detik jam seakan meragu tuk terus jadi patok perhentian
Malah tambahkan tanya “Apa yang kaucari?"





SEPI DALAM PUISI-01 Februari 2008


Sepi menetes dari sudut matanya
Beberapa butir tertelan tanpa dia ingin
Lalu perlahan dia keluarkan saputangan lusuh
Tanpa bicara menyusut hidungnya yang berair

Semua itu luput dari pandang orang sekeliling
Sebab tak cukup waktu untuk orang lain
Dan sepi =urusan pribadi

Seseorang melirik sejenak, lalu sapukan pandang ke sudut lain
Menarik napas sambil menimang galau dalam diri
Tak cukup tangguH ajukan diri sekedar bertanya “Kenapa?”
Padahal ingin abadikan deraian sepi dalam larik puisi
Padahal hanya ingin bunuh sepinya sendiri





MALAM BANGKU DAN KERETA-14 Februari 2008

malam merangkak tua
kereta lewati stasiun
tinggal dingin bangku sendiri
sebab orang datang dan pergi
hanya duduk sebentar
sekedar menanti

kereta bergerak di antara ladang dan sawah sunyi
.........................rumah-rumah diam dalam temaram lampu
tak ada yang menyambut


tapi,
biarlah tubuh yang lelah temui tidur
dan damailah jiwa yang setia dalam hangat

Dan kau, bangku…memang nasibmu begitu
Terima saja





15 Februari 2008


LELAKI
lelaki
……..mencicil kematian
………………………..di antara kepulan rokok


Mencoba
…………sesap keabadian
…………………………..dalam seduhan kopi

Berkeras
………..pahamkan hidup
……………………........pada lembaran malam

Tapi
…….adakah temukan utuh diri
………………………………..tanpa bertemu

Perempuan




BISAKAH-20 Februari 2008

Rasaku pun tak mungkin
Mendongeng tentang hidup (dan kematian) dalam satu helaan nafas
hari ini ada yang lahir (dan ada juga yang kembali)
besok juga begitu (sama seperti jutaan hari yang telah lalu)
ada yang ditangisi, lalu dilupakan saat tanah ditimbun dan kelopak bunga terakhir membusuk
(walau memang benar, tak semuanya begitu)
tentang kenangan, mungkin cukup direkam dalam foto dan video, jadi bahan cerita sekilas saat malam mengabut, atau kalau tak ada tempat, cukuplah dalam ingatan saja
sebab hari-hari adalah serat kapas yang berguguran ditiup angin
pakaian hitam dan masa-masa berkabung ikut meresap ke tanah
digantikan sekian persoalan yang tumbuh saat matahari bergerak

Tapi, tak apalah, kalau sesekali ingin bernyanyi tentang mereka yang sudah pergi
Sebab hidup mencintai anak-anak yang lahir di pangkuannya
Mungkin ikut menangis diam-diam saat melepas kepergiannya

Hidup pun sadar, ia bergerak di jalan yang punya kisahnya sendiri
Ia tahu:
Kemarin, jalan merindu hujan yang pernah menciumnya buru-buru
Besok, mungkin ia menanti gadis kecil bermata bening gigi ompong
melompat-lompat riang menuju sekolah
Hari ini, tanpa wasiat, seseorang wariskan genangan darah mengental hitam

Dan, jalan merekam diam-diam semua yang bergerak di tubuhnya
dan tak berniat mengumbarnya untuk siapapun
Semua itu dikenangnya sendiri dalam kebisuan,
dikunyah-kunyah tanpa merasa perlu berbagi

Siapa yang bersedia memberitahunya, tak seperti klakson yang ramai berbunyi nyaring di lampu merah dan besok berbunyi lagi, yang sudah pergi takkan pernah kembali?

Hidup terus bergerak menempuh jalan-jalannya sendiri, dan jalan terus merekam hidup demi hidup yang bergerak di atasnya