seorang gadis di bawah gerimis malam hari
tudungkan payung pada wajahnya ketika melintas bergegas
tapi tak cukup tutupi senyum manis dan teduh pandangnya
hei, gadis
tak tahukah kau
ini jejaka menjerit dicambuk sepi
dan bukan hanya pengamen yang menggigil di simpang jalan
hei, gadis
ke mana tujumu
dengarlah bisikku
setelah kutahu kita takkan abadi
bolehkah kutunggu kau di tanah asing ini
Selasa, 22 Januari 2008
Senin, 07 Januari 2008
TAK ADA JEJAK DI JEMBATAN-15 Desember 2007
Arus kuning kecoklatan menderam jauh di bawah
hanyutkan semua yang bisa diseretnya
Matahari penuh di titik zenith
Sepertinya hujan deras
Di hulu yang punya cerita
Air berteriak menggema saat hantamkan tubuh ke tebing-tebing sungai
Purna tutupi bisu dua anak manusia
seperti terpacak kaki-kakinya
belum ada yang mulai bergerak
sejak tadi, apa yang ditunggu
mereka mengira, bersua di sana
seperti tetes-tetes air patuh belaka pada gravitasi dan lekuk tubuh bumi
atau bisa jadi
hanya kebetulan
walau sepertinya sulit diterima akal terjadi begitu saja
mereka kian paham
setiap helaan napas atau langkah kaki
mungkin awal dari keputusan yang akan mereka syukuri atau sesali
suatu hari nanti
mereka jauh lebih mengerti sekarang
hidup hanya sekali
tapi masih bisa memberi beribu arti
tetapi masih saja mereka berdiri
seakan sudah terjelma jadi pelengkap bebatuan raksasa
kokoh berdiam di sekeliling
lagi-lagi diam
setelah sekian lama
sungguh membosankan
apalagi yang bisa diceritakan?
Kepakan lelah burung-burung yang hendak pulang ke sarang
saat pepohonan di bukit menghitam
sayup masih ingin berbisik tentang jejak pertemuan
yang rupanya tak juga tercetak di tengah jembatan siang harinya
hanyutkan semua yang bisa diseretnya
Matahari penuh di titik zenith
Sepertinya hujan deras
Di hulu yang punya cerita
Air berteriak menggema saat hantamkan tubuh ke tebing-tebing sungai
Purna tutupi bisu dua anak manusia
seperti terpacak kaki-kakinya
belum ada yang mulai bergerak
sejak tadi, apa yang ditunggu
mereka mengira, bersua di sana
seperti tetes-tetes air patuh belaka pada gravitasi dan lekuk tubuh bumi
atau bisa jadi
hanya kebetulan
walau sepertinya sulit diterima akal terjadi begitu saja
mereka kian paham
setiap helaan napas atau langkah kaki
mungkin awal dari keputusan yang akan mereka syukuri atau sesali
suatu hari nanti
mereka jauh lebih mengerti sekarang
hidup hanya sekali
tapi masih bisa memberi beribu arti
tetapi masih saja mereka berdiri
seakan sudah terjelma jadi pelengkap bebatuan raksasa
kokoh berdiam di sekeliling
lagi-lagi diam
setelah sekian lama
sungguh membosankan
apalagi yang bisa diceritakan?
Kepakan lelah burung-burung yang hendak pulang ke sarang
saat pepohonan di bukit menghitam
sayup masih ingin berbisik tentang jejak pertemuan
yang rupanya tak juga tercetak di tengah jembatan siang harinya
Langganan:
Postingan (Atom)