di bibir gelas
kutemu
.... nafasmu
ke lorong bisu
bersua
...... senyummu
pada kisi angin
melekat
...... jejakmu
untuk hari berlalu
tersampir
........ bayangmu
kau
.....seturut debu
kataku
mengapa hadir
.....selalu
-----------------
Kamis, 20 September 2007
UNTUK PAVAROTTI-06 September 2007
Kau pergi menyeberang
sampai di surganada
sekarang
bernyanyi terus sudah boleh
tak lagi serak juga lelah
atau mengganggu tetangga sebelah
"Nessun Dorma" baru ecek-ecek
dari apa yang mungkin kaulagukan
di sana
para penarinya pun
bergerak terus tanpa keseleo
(padahal tidak pakai pemanasan lho
seperti Penari BALET-ANGEL di sini)
Nah,
kalau penala capai nada yang pas
yang lain akan menyusul bernyanyi
tanpa suara sumbang
lagi
sampai di surganada
sekarang
bernyanyi terus sudah boleh
tak lagi serak juga lelah
atau mengganggu tetangga sebelah
"Nessun Dorma" baru ecek-ecek
dari apa yang mungkin kaulagukan
di sana
para penarinya pun
bergerak terus tanpa keseleo
(padahal tidak pakai pemanasan lho
seperti Penari BALET-ANGEL di sini)
Nah,
kalau penala capai nada yang pas
yang lain akan menyusul bernyanyi
tanpa suara sumbang
lagi
YANG TAK TERSAMPAIKAN-30 0ktober 2005
Aku tahu ceruk laut tidak langsung padamu
Aku harus meniti jalan lain menujumu
Mungkin hanya kali ini kita bertemu
Lalu apa yang akan kita bicarakan
Langit makin cerah sehabis hujan
Itu yang aku saksikan menjelang sore
Di tanah yang kini akan kupijak
Hari ini setelah tiga tahun berlalu
Datang pagi-pagi dengan gelombang suara
................ingin kutanya
Adakah kau punya waktu hari ini untuk bicara
...............................merayakan sore
Yang kau dan aku pun paham
Juga akan berlalu tanpa kita berbuat apa-apa
Percayamu yang kucari untuk alirkan hidup
Pada pulau-pulau tak berpenghuni
itu yang ingin kukatakan
........................setelahnya
Hari menua
Rasa baur di ujung lidah
Aku pamit diam-diam
..........tinggalkan jalan tertutup belukar
---------------------------------------
Aku harus meniti jalan lain menujumu
Mungkin hanya kali ini kita bertemu
Lalu apa yang akan kita bicarakan
Langit makin cerah sehabis hujan
Itu yang aku saksikan menjelang sore
Di tanah yang kini akan kupijak
Hari ini setelah tiga tahun berlalu
Datang pagi-pagi dengan gelombang suara
................ingin kutanya
Adakah kau punya waktu hari ini untuk bicara
...............................merayakan sore
Yang kau dan aku pun paham
Juga akan berlalu tanpa kita berbuat apa-apa
Percayamu yang kucari untuk alirkan hidup
Pada pulau-pulau tak berpenghuni
itu yang ingin kukatakan
........................setelahnya
Hari menua
Rasa baur di ujung lidah
Aku pamit diam-diam
..........tinggalkan jalan tertutup belukar
---------------------------------------
JAUH-SENJA ITU-HILANG KATA
JAUH-20 Oktober 2005
mengapa kita berpapasan di sini sementara sekeliling mendesak melangkah
lalu apa yang akan tersurat di ujung hari
lorong dingin mengisap panas tubuh
fajar menghitam sebelum matahari bergerak pagi-pagi
mungkin siluetmu tetap tercetak sampai hari ini
aku menatap bayangku sendiri, memanjang dan kabur
sadar dia lahir karena ada cahaya
dan rebah ke arah berlawanan
apakah dengan bisik pada angin ‘ku bisa menyentuhmu di tempatmu berada
makin tersaruk melangkah menentang angin berubah arah
(aku tahu) setelah berlari harus berhenti dan menarik nafas
(aku juga tahu) jalan hanya terhenti di ujung langkah kaki (atau lembar terakhir ujung hari)
aku renungkan ini setelah melihatmu
pertama kali beberapa tahun lalu.
SENJA ITU, KENANGAN INI-11 Oktober 2005
Gerangan apa pembicaraan sepasang sandal putus
tertinggal di depan pintu
ketika titik-titik air mendanau genangan
kita berdiri di atas bukit
tak ada lagi asap di lembah
hilang hangat jerami aroma setelah panen
dan kita sudah berkali-kali mengemas waktu dalam koper
hanya saja selalu ada yang ketinggalan
lalu ada bisikan “Berbahagialah orang yang miskin…”
ada sandal baru menempel
sekian jam lalu di kakimu
ketika bayangan memanjang kauselipkan dalam tanganku
bungkusan tanah dalam kain
juga setangkai mawar merah terakhir
masih kuncup, sempat kaupetik dari halaman rumahmu
“Terima kasih, siapa tahu besok tidak ada mawar lagi…”
Aku melihat
……………samudra di matamu
Lalu diam. Waktu.
HILANG KATA-11 Oktober 2005“
blhkah kutlpn jam 11 mlm ini..?
Jawaban yang kuterima kurang 5 menit kemudian
Boleh-boleh aja, ggp kok
Dan hari ini menjadi lebih cerah… semua orang tersenyum di jalan
Patung di perempatan lebih tegap dari biasanya
Oops..! di bawahnya seorang gembel tenang kencing…
Peduli amat pada lalu lintas ramai berhenti tengah hari
Aku lagi bahagia
Tidak ada waktu untuk merengut
Hari yang panjang kulalui
Ternyata kemudian
cerahnya hari tak membuat seringai bertambah lebar
Hari memanjangkan bayang, menautkan alis dan menguras kantong
Sampai sore tiba, badan jadi lemas
Dan aku kehilangan kata hari ini
Mungkin ikut dicopet di pertigaan jalan kemarin
mengapa kita berpapasan di sini sementara sekeliling mendesak melangkah
lalu apa yang akan tersurat di ujung hari
lorong dingin mengisap panas tubuh
fajar menghitam sebelum matahari bergerak pagi-pagi
mungkin siluetmu tetap tercetak sampai hari ini
aku menatap bayangku sendiri, memanjang dan kabur
sadar dia lahir karena ada cahaya
dan rebah ke arah berlawanan
apakah dengan bisik pada angin ‘ku bisa menyentuhmu di tempatmu berada
makin tersaruk melangkah menentang angin berubah arah
(aku tahu) setelah berlari harus berhenti dan menarik nafas
(aku juga tahu) jalan hanya terhenti di ujung langkah kaki (atau lembar terakhir ujung hari)
aku renungkan ini setelah melihatmu
pertama kali beberapa tahun lalu.
SENJA ITU, KENANGAN INI-11 Oktober 2005
Gerangan apa pembicaraan sepasang sandal putus
tertinggal di depan pintu
ketika titik-titik air mendanau genangan
kita berdiri di atas bukit
tak ada lagi asap di lembah
hilang hangat jerami aroma setelah panen
dan kita sudah berkali-kali mengemas waktu dalam koper
hanya saja selalu ada yang ketinggalan
lalu ada bisikan “Berbahagialah orang yang miskin…”
ada sandal baru menempel
sekian jam lalu di kakimu
ketika bayangan memanjang kauselipkan dalam tanganku
bungkusan tanah dalam kain
juga setangkai mawar merah terakhir
masih kuncup, sempat kaupetik dari halaman rumahmu
“Terima kasih, siapa tahu besok tidak ada mawar lagi…”
Aku melihat
……………samudra di matamu
Lalu diam. Waktu.
HILANG KATA-11 Oktober 2005“
blhkah kutlpn jam 11 mlm ini..?
Jawaban yang kuterima kurang 5 menit kemudian
Boleh-boleh aja, ggp kok
Dan hari ini menjadi lebih cerah… semua orang tersenyum di jalan
Patung di perempatan lebih tegap dari biasanya
Oops..! di bawahnya seorang gembel tenang kencing…
Peduli amat pada lalu lintas ramai berhenti tengah hari
Aku lagi bahagia
Tidak ada waktu untuk merengut
Hari yang panjang kulalui
Ternyata kemudian
cerahnya hari tak membuat seringai bertambah lebar
Hari memanjangkan bayang, menautkan alis dan menguras kantong
Sampai sore tiba, badan jadi lemas
Dan aku kehilangan kata hari ini
Mungkin ikut dicopet di pertigaan jalan kemarin
Sabtu, 08 September 2007
SEORANG TUA-CEMBURU-KETIKA
SEORANG TUA MATI DI LUMPUR-17 Agustus 2007
Hei, kakek tua
kata orang
sekampung berkerumun
(hari panas sekali-danau lumpur wajan raksasa mengilap)
mengapa mau mati di sini
kita sudah repot
jangan cari penyakit
ayo, kita tinggalkan lumpur jahanam ini
ah, anak muda
aku tahu hati kalian tulus
sekali.mata kalian menceritakannya
aku juga tahu, manusia berasal dari
debu dan akan kembali jadi debu.
NAH! Kalau debu itu diberi air, jadinya lumpur juga , bukan?
Selanjutnya, karena lumpur di sini banyak
sekali, biarlah lumpur dari mayatku nantinya
bergabung dengan segenap lumpur ini.
Aku tahu sekali, kalau kalian seret aku, tak mungkin kulawan lagi.
sama seperti aku juga tak bisa lagi memaksa burungku ini untuk tegak menantang langit.
(gadis-gadis merah mukanya, pemuda senyam-senyum, istri-suami berpandangan lalu menunduk mengenang suatu yang mungkin hilang, anak-anak sibuk membuat rumah dari lumpur)
Maka, kuminta saja dengan sangat dan penuh hormat...
Tinggalkan aku di sini, mengenang yang hilang menjemput yang pergi
Kawinlah, carilah rumah, pekerjaan dan jangan lupa beranak-pinak
siapa tahu anak keturunan kalian masih gemar main lumpur
nanti
seperti kalian dulu,
mereka boleh datang kemari
bilang saja, ini lumpur kakek, ia senang pada anak kecil.
Seorang tua mati di lumpur, tapi karena lumpur banyak sekali, tak seorang mengenangnya lagi
CEMBURU-25 FEBRUARI 2006
Dua burung masyuk bercumbu di lengan asam
Pohon tua menunggu ajal, hampir tumbang
Celoteh mesra pura-pura terbang menjauh
Tapi singgah lagi, meliuk , mendekat, terbang lagi
dahan merunduk menyangga berat
malu-malu burung
kalau ada
betina menunduk-nunduk
jantannya menggosok-gosok paruh
kepak-kepakkan sayap pada dunia
dan aku
di bawah
cemburu
pada burung
dasar tak tahu malu
KETIKA-01 APRIL 2006
Kami sibuk mencari rupa dalam masa
tak peduli
tak tetapkan lama
kerling laut tak lagi indah
karena ombak tak sampai tepian
susuri lekuk jalinan hari
pada ukiran sang pemahat
sisi mana yang belum selesai
sungguh jari masih meraba
Bagaimana menarah hati
pada batang belum terjamah
tak tinggal di bukit lembah danau laut
sampai di jembatan
bisik sungai lirih di bawah
ketika hujan selimuti bebatuan
nyanyian alam mengalun perlahan
saat kami berhenti
waktu sudah tumbuh kuat mengakar dalam
Hei, kakek tua
kata orang
sekampung berkerumun
(hari panas sekali-danau lumpur wajan raksasa mengilap)
mengapa mau mati di sini
kita sudah repot
jangan cari penyakit
ayo, kita tinggalkan lumpur jahanam ini
ah, anak muda
aku tahu hati kalian tulus
sekali.mata kalian menceritakannya
aku juga tahu, manusia berasal dari
debu dan akan kembali jadi debu.
NAH! Kalau debu itu diberi air, jadinya lumpur juga , bukan?
Selanjutnya, karena lumpur di sini banyak
sekali, biarlah lumpur dari mayatku nantinya
bergabung dengan segenap lumpur ini.
Aku tahu sekali, kalau kalian seret aku, tak mungkin kulawan lagi.
sama seperti aku juga tak bisa lagi memaksa burungku ini untuk tegak menantang langit.
(gadis-gadis merah mukanya, pemuda senyam-senyum, istri-suami berpandangan lalu menunduk mengenang suatu yang mungkin hilang, anak-anak sibuk membuat rumah dari lumpur)
Maka, kuminta saja dengan sangat dan penuh hormat...
Tinggalkan aku di sini, mengenang yang hilang menjemput yang pergi
Kawinlah, carilah rumah, pekerjaan dan jangan lupa beranak-pinak
siapa tahu anak keturunan kalian masih gemar main lumpur
nanti
seperti kalian dulu,
mereka boleh datang kemari
bilang saja, ini lumpur kakek, ia senang pada anak kecil.
Seorang tua mati di lumpur, tapi karena lumpur banyak sekali, tak seorang mengenangnya lagi
CEMBURU-25 FEBRUARI 2006
Dua burung masyuk bercumbu di lengan asam
Pohon tua menunggu ajal, hampir tumbang
Celoteh mesra pura-pura terbang menjauh
Tapi singgah lagi, meliuk , mendekat, terbang lagi
dahan merunduk menyangga berat
malu-malu burung
kalau ada
betina menunduk-nunduk
jantannya menggosok-gosok paruh
kepak-kepakkan sayap pada dunia
dan aku
di bawah
cemburu
pada burung
dasar tak tahu malu
KETIKA-01 APRIL 2006
Kami sibuk mencari rupa dalam masa
tak peduli
tak tetapkan lama
kerling laut tak lagi indah
karena ombak tak sampai tepian
susuri lekuk jalinan hari
pada ukiran sang pemahat
sisi mana yang belum selesai
sungguh jari masih meraba
Bagaimana menarah hati
pada batang belum terjamah
tak tinggal di bukit lembah danau laut
sampai di jembatan
bisik sungai lirih di bawah
ketika hujan selimuti bebatuan
nyanyian alam mengalun perlahan
saat kami berhenti
waktu sudah tumbuh kuat mengakar dalam
DIA BERTANYA-INGKAR-KALAU
DIA BERTANYA-24 Mei 2007
Maka terbakarlah senja
........percik kemarahan nyala-nyala
Ditentangnya langit dengan pandang
....................luapkan dendam
"Di manakah keadilan?"
Getir gema di lembah
...........dijamah kesiur angin
dua gembala telanjang dada ternganga saksikan semua
Sejenak. lalu menyusur jalan pulang. Kerbau
sudah jauh di bawah
INGKAR-27 Oktober 2005
Pernah purnama janji padaku
Menemani di malam
Tapi dia malah asyik nonton orang main kartu di gardu jaga
Lalu terbirit-birit lari lewat kisi angin
lupa mencuci gelas kopinya saat pagi datang
KALAU-28 0ktober 2005
Kuresapi
musik bertalu-talu
Dalam ritme perjalanan masa
Perbatasan samar digerus air
Pada langkah pertama
Menjelajah hutan lumut tebal
Memecah batu jadi rahim tegakan
Bukan bunyi biasa
Mengalun desir dedaunan ditingkah angin
Bangkit dari kesunyianku
Marilah kita bernyanyi
Aku lebih suka lirih suaramu
Sampai kusadar binar tatapanmu
Bius kesadaranku
Bernyanyilah
Sirami jiwa yang gersang
Maka hiduplah rumput tumbuh segar
Bernyanyilah
Bawa aku
Lalu kita akan bernyanyi
Dalam tidur di tepi malam
Atau saat kita berlari mengejar purnama
Harapku
Kalau jumpa lagi
Kita bermain di bawah hujan
Kecipak air dan baju basah
Aku mau
Maukah kau?
Maka terbakarlah senja
........percik kemarahan nyala-nyala
Ditentangnya langit dengan pandang
....................luapkan dendam
"Di manakah keadilan?"
Getir gema di lembah
...........dijamah kesiur angin
dua gembala telanjang dada ternganga saksikan semua
Sejenak. lalu menyusur jalan pulang. Kerbau
sudah jauh di bawah
INGKAR-27 Oktober 2005
Pernah purnama janji padaku
Menemani di malam
Tapi dia malah asyik nonton orang main kartu di gardu jaga
Lalu terbirit-birit lari lewat kisi angin
lupa mencuci gelas kopinya saat pagi datang
KALAU-28 0ktober 2005
Kuresapi
musik bertalu-talu
Dalam ritme perjalanan masa
Perbatasan samar digerus air
Pada langkah pertama
Menjelajah hutan lumut tebal
Memecah batu jadi rahim tegakan
Bukan bunyi biasa
Mengalun desir dedaunan ditingkah angin
Bangkit dari kesunyianku
Marilah kita bernyanyi
Aku lebih suka lirih suaramu
Sampai kusadar binar tatapanmu
Bius kesadaranku
Bernyanyilah
Sirami jiwa yang gersang
Maka hiduplah rumput tumbuh segar
Bernyanyilah
Bawa aku
Lalu kita akan bernyanyi
Dalam tidur di tepi malam
Atau saat kita berlari mengejar purnama
Harapku
Kalau jumpa lagi
Kita bermain di bawah hujan
Kecipak air dan baju basah
Aku mau
Maukah kau?
DIAMKU TERUMBU NUJU KARANG- 05 Oktober 2006
Memilih jadi sunyi
.......diamku terumbu nuju karang
kutanya ombak
.......bersua tanpa henti
"Tak bisakah kau diam sedikit?"
"Aku hanya ingin pastikan
......kau baik-baik saja."
..................katanya
lalu mendebur
.....kembali
sepiku mungkin tak.
.sendiri
.......diamku terumbu nuju karang
kutanya ombak
.......bersua tanpa henti
"Tak bisakah kau diam sedikit?"
"Aku hanya ingin pastikan
......kau baik-baik saja."
..................katanya
lalu mendebur
.....kembali
sepiku mungkin tak.
.sendiri
Kamis, 06 September 2007
KUCARI-PERTANYAAN-BUKIT PAGI HARI
KUCARI -08 Desember 2003
Pada bulan membisu
Kucari sebentuk rupa
anak manusia
Resapi lirih bernyanyi bintang
Ada
Samar
Tiada
Berlari
Jauhi riuh alam
Teriak tanpa lelah
Sampai haus
Awal di pantai, segara jiwa tak berujung
Pertemuan dalam batas
Semu
Hilang
Apa
Belahan teretas
Hawa
Tulikan gemuruh
Sambut angin berbisik
Dimana
Hampa
Kemana
Secercah sinar mendamba pada mawar tadi pagi
PERTANYAAN-24 Januari 2004
Adakah lautan tak bertepi bagi pelaut tanpa kapal
Adakah bumi tak berdasar bagi daun tanpa pohon
Adakah rumah tak beratap bagi jiwa yang kesepian
Terlihatkah bintang di langit oleh nurani beku
Dinginkah penjara waktu bagi hati sepi, yang ingin berteriak- meratap
Akankah detikan jam dapat bicara, wakili mulut-mulut bisu hampa nyanyian
Dimanakah kau
………………Kekasihku
Bukit Pagi Hari-14 Oktober 2004
Dan kabut belum lagi beranjak pergi
Ketika langkah demi langkah kutapaki jalan itu
Tetes embun bersihkan daun, perlahan
Dan burung-burung pun semarak menyapa pagi
Kujejakkan kaki di ujung pendakian
Bersama hembusan angin penat itu hilang
Dan aku pun berdiam diri
Bersama dengan tarikan napas panjang, perlahan
Menggeser gelap di langit
Cahaya itu bergerak
Hiasi bukit di ufuk timur
Hangatkan kulit, hiasi hari baru
Di puncak bukit itu aku berdiri
Hari-hari terakhir menjelang penentuan
Lompatan besar untuk berjuang
Tapi, belum rela aku berpisah dengan alam ini
Dengan semua kenangan yang hadir di dalamnya
Keteduhan yang hilangkan kabut dalam jiwa
Sayang sekali, aku harus pergi
Sebab bersama dengan langkah kaki yang beranjak turuni bukit
Aku akan bergerak
Ke dalam kehidupan baru
Pada bulan membisu
Kucari sebentuk rupa
anak manusia
Resapi lirih bernyanyi bintang
Ada
Samar
Tiada
Berlari
Jauhi riuh alam
Teriak tanpa lelah
Sampai haus
Awal di pantai, segara jiwa tak berujung
Pertemuan dalam batas
Semu
Hilang
Apa
Belahan teretas
Hawa
Tulikan gemuruh
Sambut angin berbisik
Dimana
Hampa
Kemana
Secercah sinar mendamba pada mawar tadi pagi
PERTANYAAN-24 Januari 2004
Adakah lautan tak bertepi bagi pelaut tanpa kapal
Adakah bumi tak berdasar bagi daun tanpa pohon
Adakah rumah tak beratap bagi jiwa yang kesepian
Terlihatkah bintang di langit oleh nurani beku
Dinginkah penjara waktu bagi hati sepi, yang ingin berteriak- meratap
Akankah detikan jam dapat bicara, wakili mulut-mulut bisu hampa nyanyian
Dimanakah kau
………………Kekasihku
Bukit Pagi Hari-14 Oktober 2004
Dan kabut belum lagi beranjak pergi
Ketika langkah demi langkah kutapaki jalan itu
Tetes embun bersihkan daun, perlahan
Dan burung-burung pun semarak menyapa pagi
Kujejakkan kaki di ujung pendakian
Bersama hembusan angin penat itu hilang
Dan aku pun berdiam diri
Bersama dengan tarikan napas panjang, perlahan
Menggeser gelap di langit
Cahaya itu bergerak
Hiasi bukit di ufuk timur
Hangatkan kulit, hiasi hari baru
Di puncak bukit itu aku berdiri
Hari-hari terakhir menjelang penentuan
Lompatan besar untuk berjuang
Tapi, belum rela aku berpisah dengan alam ini
Dengan semua kenangan yang hadir di dalamnya
Keteduhan yang hilangkan kabut dalam jiwa
Sayang sekali, aku harus pergi
Sebab bersama dengan langkah kaki yang beranjak turuni bukit
Aku akan bergerak
Ke dalam kehidupan baru
MENGAPA-KEPADA SEBENTUK KEINDAHAN...-SERPIHAN- 01.19 am
MENGAPA-14 Januari 2003
dari semua yang pernah hadir
namamu terus terukir
seolah senja bukan perhentian
berjarak dengan kenangan
di sini
kulemparkan batu-batu kecil ke kolam
nikmati gelombang bergerak menepi
semakin lemah mengecil
seperti itukah perlakuan jarak pada rasa
di antara teratai
kuterima selimut malam, bersiap tidur
semarak bayang pepohonan mulai redup
surya melangkah ke balik bukit
KEPADA SEBENTUK KEINDAHAN YANG TUHAN IZINKAN HADIR DI ATAS BUMI INI-11 September 2004
Karena banyak sosok yang hadir dalam
rentang masa berlalu-berputar untuk
tidak kembali lagi
........kemudian
sebagian mengisi begitu banyak waktu
namun hanya sampai sekian dan
tidak ada lanjutnya
.......dan
ada yang hanya muncul sekilas-sekejap
lagi memang hanya sementara
.......namun
kembali menghadirkan begitu banyak makna
karena memang tidak hadir begitu saja
.......menarik
karena angin pun berdesah berbisik
alunkan nyanyian bangkitkan sukma
akan pesona sebentuk keindahan anak manusia
yang Tuhan izinkan hadir di atas bumi ini
sirami hati pengembara kehausan
SERPIHAN-13-14 Januari 2005
Melukis hidup dalam episode perjalanan
Jejak terukir di sudut lembah berpagar bukit
Berjumpa dunia baru
Atau sertai hujan meresap jalan berdebu
Di sisi danau
Kemudian meraih langit
Menembus kabut teruskan pencarian
Bersama pagi awali langkah
Lalu tempurung langit tercoret awan
Malam hadirkan bintang
Dan angin lemparkan cerita
Tentang cahaya di pintu jiwa
Dan di dasar kornea tersimpan kedalaman rahasia
Untaian neuron menjalin rantai kenangan
Walau kecil
Titik
Di sabuk alam semesta
Berdiri di tangga kehidupan
Memilih jalan, tapaki persimpangan
Lewati mimpi, tersadar separuh malam
Sentuh bayangan fajar
Tertawa, menangis, antara harapan dan kenyataan
Percaya
Mengarungi dan terus belajar tanpa henti
Mencari bentuk, temukan makna, dan memberi arti
Merajut serpihan-hidup bersama cinta
Sebelum menghadap Pencipta
(01.19 am)-14 JANUARI 2006
dari semua yang pernah hadir
namamu terus terukir
seolah senja bukan perhentian
berjarak dengan kenangan
di sini
kulemparkan batu-batu kecil ke kolam
nikmati gelombang bergerak menepi
semakin lemah mengecil
seperti itukah perlakuan jarak pada rasa
di antara teratai
kuterima selimut malam, bersiap tidur
semarak bayang pepohonan mulai redup
surya melangkah ke balik bukit
KEPADA SEBENTUK KEINDAHAN YANG TUHAN IZINKAN HADIR DI ATAS BUMI INI-11 September 2004
Karena banyak sosok yang hadir dalam
rentang masa berlalu-berputar untuk
tidak kembali lagi
........kemudian
sebagian mengisi begitu banyak waktu
namun hanya sampai sekian dan
tidak ada lanjutnya
.......dan
ada yang hanya muncul sekilas-sekejap
lagi memang hanya sementara
.......namun
kembali menghadirkan begitu banyak makna
karena memang tidak hadir begitu saja
.......menarik
karena angin pun berdesah berbisik
alunkan nyanyian bangkitkan sukma
akan pesona sebentuk keindahan anak manusia
yang Tuhan izinkan hadir di atas bumi ini
sirami hati pengembara kehausan
SERPIHAN-13-14 Januari 2005
Melukis hidup dalam episode perjalanan
Jejak terukir di sudut lembah berpagar bukit
Berjumpa dunia baru
Atau sertai hujan meresap jalan berdebu
Di sisi danau
Kemudian meraih langit
Menembus kabut teruskan pencarian
Bersama pagi awali langkah
Lalu tempurung langit tercoret awan
Malam hadirkan bintang
Dan angin lemparkan cerita
Tentang cahaya di pintu jiwa
Dan di dasar kornea tersimpan kedalaman rahasia
Untaian neuron menjalin rantai kenangan
Walau kecil
Titik
Di sabuk alam semesta
Berdiri di tangga kehidupan
Memilih jalan, tapaki persimpangan
Lewati mimpi, tersadar separuh malam
Sentuh bayangan fajar
Tertawa, menangis, antara harapan dan kenyataan
Percaya
Mengarungi dan terus belajar tanpa henti
Mencari bentuk, temukan makna, dan memberi arti
Merajut serpihan-hidup bersama cinta
Sebelum menghadap Pencipta
(01.19 am)-14 JANUARI 2006
Langganan:
Postingan (Atom)